Advertisement

Kamis, 04 Agustus 2011

Pendidikan Anti Kritik


Alinea keempat Pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dengan jelas menegaskan bahwa tujuan kemerdekaan Indonesia adalah “untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”. Akan tetapi dalam implementasi tujuan dan cita-cita kemerdekaan tersebut, masih sangat jauh dari yang kita harapkan bersama. Upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, dimana salah satunya melalui pendidikan formal, kini menjadi kian berat bagi masyarakat. Tidak hanya biaya pendididikan yang semakin mahal dan tidak terjangkau oleh masyarakat miskin, namun juga budaya (culture) dalam lingkungan pendidikan, sungguh sangat memperihatinkan. Beragam bentuk ketidakadilan serta tontonan praktek kekerasan dan otoritarianisme dari para pemangku kepentingan (stakeholder) dunia pendidikan, kini kian mudah kita temui dalam kehidupan sehari-hari.

Budaya Diam
Masih segar dalam ingatan kita bagaimana Ibu Siami yang diusir dari kampung sendiri akibat upaya melaporkan kecurangan saat ujian sekolah anaknya di Surabaya[1], pemecatan secara sepihak oleh pihak yayasan terhadap beberapa guru SD bertaraf internasional di Makassar[2], hingga tindakan PHK hanya melalui SMS oleh Kepala Sekolah terhadap seorang guru honorer di Maluku[3], adalah beberapa kasus dari sekian banyak fakta yang membuktikan bahwa sistem pendidikan Indonesia, tidak lagi berjalan sebagaimana mestinya. Tujuan pendidikan sejatinya adalah memanusiakan manusia. Membantu seseorang untuk menjadi pribadi yang memiliki kepekaan terhadap lingkungan sosialnya, serta menempatkan persoalan kemanusiaan diatas segalanya. Bukan malah mengajarkan untuk bertindak otoriter dan seenaknya berdasarkan kepentingan pribadi.

Berbagai kasus yang belakangan ini hangat diberitakan, terang saja melahirkan pertanyaan ditengah masyarakat, “Apakah dunia pendidikan mengharuskan anak didik menerapkan budaya diam dan patuh, agar terhindar dari masalah?” Sebab selama ini, pertanyaan dan kritikan tidak lagi dimaknai sebagai sarana evaluatif untuk membangun dunia pendidikan yang lebih baik. Namun justru dianggap ancaman, ketidakpatuhan ataupun pembangkangan. Ini mengigatkan kita dengan pola kekuasaan Orde Baru, yang sangat membenci kritik dan pertanyaan atas kekuasaannya. Melalukan kritik dan pertanyaan dimasa itu, berarti harus siap berhadapan dengan senjata dan penjara. Sehingga lahirlah apa yang kita sebut dengan budaya diam (culture silent), dimana masyarakat harus tunduk dan menerima setiap kehendap pemerintah, tanpa boleh bertanya sedikitpun. Budaya diam tentu saja merupakan hal yang bertolak belakang dengan roh pendidikan kita. Pendidikan justru harus berperan dalam membangun kesadaran dan jiwa kritis. Dengan demikian, maka pendidikan dapat memberikan tuntunan bagi seseorang untuk memiliki hidup dan kehidupan yang berkualitas dan bermanfaat bagi dirinya dan orang lain secara bersamaan.

Sebagaimana amanah dari konstitusi Negara kita Pasal 28C Ayat (1), yang menegaskan bahwa Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia. Untuk itu, budaya diam adalah musuh utama dari pendidikan kita. Pertanyaan dan kritikan justru menjadi keharusan jika kita menginginkan lingkungan pendidikan yang lebih maju dan berkembang. Sebab segala sesuatu didunia ini selalu dimulai dengan pertanyaan, kritik, protes, hingga tindakan nyata. Seseorang yang mulai melancarkan pertanyaan, menandakan tingkat keinginan yang kuat untuk mengenali lingkungannya, bukan sebaliknya.

Kritik vs Pembungkaman

Berpendapat adalah hak dasar yang dijamin oleh konstitusi, dimana UUD Tahun 1945 Pasal 28E Ayat (3) menyebutkan bahwa “setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”. Ini merupakan hak lahiriah atau bawaan yang dimiliki oleh setiap orang, tanpa terkecuali. Dan tugas pokok Negara melalui Pemerintah, adalah menjamin kebebesan berpendapat tersebut, tanpa harus membatasi secara kaku dengan aturan tertulis semata. Dalam konteks pendidikan, setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan, sebagaimana yang tercermin dalam Pasal 31 ayat (1) UUD Tahun 1945. Dan barang siapa yang merasa hak tersebut terbatasi, bahkan cenderung dihalang-halangi, maka adalah sesuatu yang wajar untuk melancarkan protes dan tuntutan, walaupun sekedar dalam bentuk kritikan maupun pertanyaan. Mereka yang menghalang-halangi hak untuk mengkritik, justru menjadi musuh utama Negara. Bahkan dapat dikatakan, telah menginjak-injak amanah konstitusi dasar kita.

Seperti yang dialiami oleh Yoga dan Yogi (8 tahun). Dua siswa kembar kelas II SDN Sitirejo IV, Wagir, Kabupaten Malang, Jawa Timur ini, dikeluarkan bahkan ditolak oleh sekolahnya. Penolakan pihak sekolah dikarenakan kritik dan laporan dari orang tua Yoga dan Yogi, terkait dengan masalah keuangan dana BOS yang tak jelas peruntukkannya, disiplin sekolah, serta monopoli kepala sekolah dalam berbagai hal[4]. Nampak jelas bahwa pihak sekolah sangat mentabukan kritik, protes ataupun pertanyaan. Padahal sesungguhnya, tidak ada yang salah dengan kritik dari orang tua Yoga dan Yogi tersebut. Pada prinsipnya, kritikan adalah buah pelajaran penting yang sekiranya dapat diserap oleh anak didik, agar dimasa yang akan datang memilik sikap berani dalam memperjuangkan ketidakadilan yang terjadi disekelilingnya.

Sikap anti kritik, yang ditunjukkan oleh pihak pengelola pendidikan, muncul akibat beberapa faktor. Pertama, kecenderungan budaya feodal, yakni suatu sikap dimana seseorang merasa memiliki derajat yang lebih tinggi berdasarkan jabatan dan kepangkatan, sehingga merasa orang dibawahnya, jauh lebih rendah dan tidak pantas memberikan kritik, apalagi protes terhadapnya. Kedua, sentralisme atau penumpukan kekuasaan terhadap segelintir orang saja. Dengan demikian, penumpukan kekuasaan ini cenderung membuat seseorang bebas bertindak dan melalukukan apa saja. Ketiga, Partisipasi yang lemah, khususnya pada level pengambilan keputusan atau kebijakan pendidikan. Dan Keempat, transparansi kebijakan, khususnya menyangkut pengelolaan keuangan. Indikasi penyimpangan keuangan, bisanya membuat seorang pengelola menutup diri rapat-rapat dengan berusaha sekeras mungkin menjauhkan dirinya dari kritikan.

Sekali lagi, pola pendidikan anti kritik ini mengingatkan kita dengan masa Orde Baru. Masa dimana berjuta kesalahan tengah dipratekkan tanpa menghargai hak setiap warga negara untuk berpendapat, bahkan mengkritik setiap kebijakan yang dianggap tidak adil dan merugikan. Kita tentu tidak ingin kembali ke masa Orde Baru yang otoriter tersebut. Untuk itu, tugas dan tanggung jawab kita bersama bagaimana membangun budaya dilingkungan pendidikan yang terbuka akan kritik, sebagai masukan agar jauh lebih baik dimasa yang akan datang.

sumber :
www.herdiansyah.net
Read More

Senin, 01 Agustus 2011

hari pertama

puasa adalah ibadah yang dikerjakan umat muslim seluruh dunia, memiliki makna bahwa islam itu mengajarkan tentang kepedulian, kesederhanaan, persaudaraan, dan titik balik bagi umatnya untuk memahaminya
Read More

Sabtu, 30 Juli 2011

bingung cari uang disini tempatnya

susah cari uang ???
tidak usah repot-repot, di internet apa yang tidak ada jadi ada, yang tidak mngkin jadi mungkin, yang susah jadi mudah itulah internet ...
tertarik ???
ikutan aja bisnis internet
lha modalnya ???
tak perlu modal tinggal lihat iklan kita dapat uang, mau ???
ya PTC (paid to click) solusinya ....
mau ikutan SILAHKAN KLIK DAFTAR PTC DISAMPING
untuk dapat dollar tentunya kita harus punya akun virtual bank dulu.
mau daftar LibertyResesve LibertyReserve
untuk daftar paypal paypal
Read More

Jumat, 22 Juli 2011

Rabu, 15 Juni 2011

MAKNA SEBUAH GERHANA (KEBESARAN ALLAH)


Sebagian orang menganggap terjadinya gerhana matahari dan bulan sebagai gejala alam biasa, sebagai peristiwa ilmiah yang bisa dinalar. Gerhana sekedar menjadi tontonan menarik yang bisa disaksikan beramai-ramai bersama keluarga dan handai tolan. Namun bagi yang merasa tunduk kepada keagungan Sang Perncipta, Allah SWT, gerhana adalah peristiwa penting yang secara gamblang menunjukkan bahwa ada kekuatan Yang Maha Agung di luar batas kemampuan manusia; manusia yang paling merasa faham ilmu alam sekalipun. Mereka yang merasa rendah di hadapan Sang Pencipta akan menadahkan muka, menghadap Allah, mengerjakan shalat secara berjamaah. Rasulullah SAW telah memberikan tuntunan untuk itu. Rasulullah SAW bersabda,”Sesungguhnya matahari dan rembulan adalah dua tanda-tanda kekuasaan Allah, maka apabila kalian melihat gerhana, maka berdo’alah kepada Allah, lalu sholatlah sehingga hilang dari kalian gelap, dan bersedekahlah.” (HR Bukhari-Muslim) Sayyidatuna A’isyah ra bercerita: Gerhana matahari pernah terjadi di masa Rasululloh SAW kemudian beliau sholat bersama para sahabat. Beliau pun berdiri dengan lama, ruku’ dengan lama, berdiri lagi dengan lama namun lebih pendek dari yang pertama, lalu ruku’ dengan lama namun lebih pendek dari yang pertama, lalu mengangkat kepala dan bersujud, dan melakukan sholat yang terakhir seperti itu, kemudian selesai dan matahari pun sudah muncul. (HR Bukhari, Muslim, Nasa’i, Ahmad, Abu Daud, At-Tirmidzi, dan Ibnu Majah) Para ulama sepakat bahwa sholat gerhana matahari dan bulan adalah sunnah dan dilakukan secara berjamaah. Berdasarkan redaksi hadits yang pertama di atas penamaan gerhana matahari dan bulan berbeda, sholat khusuf untuk gerhana bulan dan sholat kusuf untuk gerhana matahari. Imam Maliki dan Syafi’i berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Sayyidatuna A’isyah berpendapat bahwa sholat gerhana dengan dua roka’at dengan dua kali ruku’, berbeda dengan sholat Id dan Jum’at. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas juga terdapat penjelasan serupa, yakni sholat gerhana dikerjakan dua roka’at dengan dua kali ruku’, dan dijelaskan oleh Abu Umar bahwa hadits tersebut dinilai paling shahih. Maka dengan begitu keistimewaan shalat gernana dibanding dengan shalat sunnah sunnah lainnya terletak pada bilangan ruku’ pada setiap roka’atnya. Apalagi dalam setiap ruku’ disunnahkan membaca tasbih berulang-ulang dan berlama-lama. سُبْحَانِ رَبِّيَ الْعَظِيْمِ وَبِحَمْدِهِ Tasbih berarti gerak yang dinamis seperti ketika bulan berrotasi (berputar mengelilingi kutubnya) dan berevolusi (mengelilingi) bumi, bumi berotasi dan berevolusi mengelilingi matahari, atau ketika matahari berotasi dan berevolusi pada pusat galaksi Bimasakti. Namun pada saat terjadi gerhana, ada proses yang aneh dalam rotasi dan revolusi itu. Maka bertasbihlah! Maha Suci Allah, Yang Maha Agung! Adapun tata cara shalat gerhana adalah sebagai berikut: 1. Memastikan terjadinya gerhana bulan atau matahari terlebih dahulu. (Sebagai panduan lihat di rubrik IPTEK) 2. Shalat gerhana dilakukan saat gerhana sedang terjadi. 3. Sebelum sholat, jamaah dapat diingatkan dengan ungkapan, ”Ash-shalatu jaami’ah.” 4. Niat melakukan sholat gerhana matahari (kusufisy-syams) atau gerhana bulan (khusufil-qamar), menjadi imam atau ma’mum. أُصَلِّيْ سُنَّةً لِكُسُوْفِ الشَّمْسِ / لِخُسُوْفِ الْقَمَرِ اِمَامًا / مَأْمُوْمًا لِلّهِ تَعَالَى 5. Sholat gerhana dilakukan sebanyak dua rakaat. 6. Setiap rakaat terdiri dari dua kali ruku dan dua kali sujud. 7. Setelah rukuk pertama dari setiap rakaat membaca Al-Fatihah dan surat kembali 8. Pada rakaat pertama, bacaan surat pertama lebih panjang daripada surat kedua. Demikian pula pada rakaat kedua, bacaan surat pertama lebih panjang daripada surat kedua. Misalnya rakaat pertama membaca surat Yasin (36) dan ar-Rahman (55), lalu raka’at kedua membaca al-Waqiah (56) dan al-Mulk (78) 9. Setelah sholat disunahkan untuk berkhutbah. (nam) Sumber Website Resmi Nahdlatul Ulama Menurut Habib Munzir bin Fuad Al Musawwa, panduan singkat mengenai shalat gerhana caranya adalah ada tiga cara : 1. yg termudah adalah dg dua rakaat sebagaimana shalat subuh. 2. dua rakaat, dan setiap rakaat adalah dg dua rukuk dan dua kali qiyam, urutannya adalah : Takbiratul ihram, lalu Qiyam, fatihah, surat, rukuk, lalu Qiyam lagi, fatihah surat, rukuk, lalu I’tidal, lalu sujud, duduk sujud. lalu bangkit ke rakaat kedua dg hal yg sama. 3. dua rakaat sebagaimana poin kedua diatas, namun dipanjangkan, lalu diakhiri dg dua khutbah selepas shalat.
Read More

Senin, 30 Mei 2011

berjuang tanpa lelah

setahun ini, apa yang ada dibenakku terurai sudah. misteri hidup disekitarku semakin jelas. mungkin apa yang aku kerjakan menurut banyak orang banyak buang-buang waktu tapi bagiku inilah perjuangan yang sebenarnya. ya mencari sebuah pembaharuan tanpa melupakan jatidiri kekolotan kaum tua
Read More

Senin, 17 Agustus 2009

SAVE OUR REPUBLIC (NKRI)

Selamat datang di blog kami, disini kami ingin berbagi hati.
betapa selama ini ibu pertiwi selalu mengis melihat bumi Indonesia tercinta dirusak tangan-tangan tak bertanggung jawab,
Read More
Menu :

statistik

Menurut anda apakah yang harus ditambah pada blog ini?

Blogroll

    About Big Vines

    Find us on Facebook

    Text Widget

    Advertise Here

    Text Widget

    Recent news

    Popular Posts

    About Me


    ShoutMix chat widget

    Popular Posts

    Designed By Seo Blogger Templates